“Maafkan Ibu,Nak!”
“Non, bangun
non sudah pagi..” Suara samar-samar yang
semakin terdengar jelas tersebut membangunkanku dari mimpi indahku, kulihat
sesosok wanita yang tidak terlalu tinggi dan berbadan kurus itu sedang
menyiapkan seragam sekolahku.
“Sekarang jam
berapa mbok?” Tanyaku kepada Mbok Suzan pembantu rumah tangga yang sudah 5
tahun bekerja di rumahku.
“Udah jam 5
non, air panas udah Mbok siapkan untuk non”
Jawab Mbok Suzan
Aku mencoba
bangkit dari tidurku dengan tubuh yang masih lemas aku melangkahkan kakiku ke
kamar mandi, Pagi itu terasa sangat dingin ya bagaimana tidak AC yang semalam
ku nyalakan bersuhu 18°C pantas saja tubuhku mengigil untung saja tidak beku
rasanya seperti tidur dalam lemari es. Setelah semuanya siap aku langsung beranjak
ke luar rumah terlihat Pak Soleh yang sudah siap untuk mengantar aku ke
sekolah, beliau sangat sabar pagi-pagi buta sudah bertarung menghadapi kemacetan
Jakarta demi mengantar aku ke sekolah.
“Kriiinnggg…”
Bel sekolah berbunyi bersamaan dengan sampainya aku di ruang kelas, kulihat
kursi kelas yang sudah penuh dengan penghuninya kurasa hanya kursi aku saja
yang masih kosong.
“Tumben gak
telat, kesambet apaan hari ini? Dan yang pasti PR belom selesaikan?” Tanya
Riska teman sebangku aku.
“Hehe..”
Jawabku hanya tertawa kecil dengan sedikit senyum, aku bisa dibilang anak yang
masuk kategori pemalas, tapi Riska yang selalu membantukku untuk menghilangkan
kebiasaan itu, dia memang anak yang cukup pintar tidak jarang juga dia sering
mendapat juara di kelas, tidak salah aku ingin duduk satu meja dengannya dengan
harap aku juga terkena pintarnya dia.
Jam demi jam
terlewati sampai akhirnya bel berakhirnya pelajaran hari itu berbunyi, ku
rapikan semua buku yang masih berantakan di meja dan meninggalkan kelas.
Kembali, kulihat pria berbadan besar yang selalu kutemui saat aku keluar
sekolah, ya Pak Soleh, yang sudah menanti kedatanganku. Tidak berbeda dengan
Mbok Suzan, Pak Soleh juga sudah bekerja 5 tahun untuk keluargaku, dengan
keahliannya mengemudi melewati jalan raya hingga jalan tikus dan hatamnya jalan
di Jakarta inilah sebab ayahku mempekerjakannya.
Bagaimana
dengan orang tuaku? Ayahku adalah direktur di salah satu perusahaan ternama di
Jakarta, beliau sangat rajin dan bisa dibilang tipe orang yang pekerja keras.
Dan Ibuku, dia adalah sosok wanita tangguh di keluargaku dia bekerja sebagai
sekertaris yang perusahaannya tidak kalah terkenal dengan perusahaan ayahku.
Pagi buta sebelum aku berangkat sekolah mereka sudah berangkat ke kantor
terlebih dulu, dan kembali ke rumah saat aku sudah terlelap. Tidak jarang
mereka berdua juga tidak sempat untuk makan malam bersamaku di rumah, biasanya
mereka sudah makan malam bersama di luar. Dan itu juga menjadi alasan
orangtuaku mempekerjakan Mbok Suzan sebagai pembantu yang juga mengurus aku
selama orangtuaku bekerja, mungkin karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan
urusan masing-masing aku seperti dilupakan olehnya, Aku ingin sekali rasanya
berkumpul dengan kedua orangtuaku walau hanya sesaat saja.
“Makan siang
udah siap di meja makan non” Kata Mbok Suzan saat melihatku sudah tiba di ruang
keluarga, ku taruh tas di ruangan tersebut dan menghampiri meja makan, dengan
lauk pauk yang cukup lengkap aku santap makan siang hari itu. Suasana di rumah
memang sepi karena aku hanya anak satu-satunya, ingin sekali rasanya aku
memiliki suadara, tapi apa daya Tuhan tidak mengkabulkann keinginanku tersebut.
Alhasil, hanya media sosial yang bisa menghiburku disaat suntuk tersebut.
Rembulan malam
telah nampak, kebetulan besok adalah hari pertama ujian nasioanl aku belajar
malam itu dengan sungguh-sungguh, berbekal internet dan buku catatan milik
Riska yang kupinjam aku pun belajar. Memang asing rasanya aku belajar malam
hari, biasanya aku tidak jauh dari media sosial saat malam menjelang, Tapi kali
ini aku ingin rasanya menjadi juara kelas. Malam itu aku belajar cukup lama
sampai-sampai aku belajar hingga terlelap di meja belajarku.
***
Mentari
pagi telah memunculkan sinarnya, aku sudah siap dengan soal-soal ulangan yang
sudah aku nanti, Pagi ini aku datang lebih awal ini karena permintaanku kepada
Mbok Suzan yang membangunkanku lebih awal sebelumnya dan tak ketinggalan jasa
Pak Soleh yang mengemudi bagaikan mengendarai mobil sport yang dipacu lebih
kilat.
Soal
yang ku tunggu pun telah dibagikan, dengan bekal dan ramuan yang semalam aku
persiapkan aku kerjakan soal-soal tersebut, terlihat cukup sulit memang saat
pertama aku baca soal itu tapi lama kelamaan aku sudah terbiasa dengan soal
tersebut. Waktu 2 jam terlewati dan dengan percaya diri yang memuncak aku
kumpulkan lembaran jawaban itu dan ku tinggalkan ruangan ujian.
Hari
demi hari berlalu hingga pada akhirnya aku lega dengan perasaan senang aku
sudah melewati masa-masa paling kritis dalam sekolah, pengumuman hasil ujian
diumumkan seminggu kemudian. Apa yang terjadi aku tak menyangka bahwa hasil
ujian ku adalah hasil ujian tertinggi di sekolah ku, aku memang sangat tidak
percaya awalnya tapi ternyata ini memang kenyataan.
“Kini
kamu kan yang juara kelas?” Pertanyaan dengan balutan sindiran tersebut terucap
dari Riska.
“Hehe..
ini juga kan berkat kamu yang selalu membantuku, makasih ya ris” Jawabku dengan
rasa terima kasih kepada Riska.
Siang
itu memang berbeda dengan sebelumnya walau terik terasa menyengat tetapi aku
ingin rasanya cepat-cepat pulang dan memberikan kabar tersebut kepada kedua
orangtuaku. Sepanjang perjalanan pulang Pak Soleh menasihatiku untuk selalu
rajin dan tidak ketinggalan diiringi doa serta tidak ketinggalan Pak Soleh juga
mengucapkan selamat kepadaku atas hasil yang diraihku. Sampainya dirumah aku
terlebih dahulu memberitakannya kepada Mbok Suzan yang juga sangat berjasa
selama aku diurusnya.
“Mbok..
Nilai UN aku tertinggi di sekolah” dengan perasaan gembira aku beritakan kabar
tersebut.
“Alhamdulillah
non, selamat ya, terus non mau lanjutin ke sekolah mana? Jangan lupa juga non
selalu rajin untuk pertahankan hasil ini” Nasihat Mbok Suzan siang itu
“Iya
mbok, aku belom kepikiran kemana, iya mbok pasti aku pertahanin” ucapku
Aku
kemudian langsung pergi ke kamar dan sama seperti kebiasaan lamaku yang aktif
di media sosial, kulihat teman-temanku memberikan ucapan selamat dan sangat
terharu karena aku yang tadinya seorang anak pemalas bisa mendapatkan nilai UN
tertinggi di sekolah. Hatiku memang sangat senang, tetapi masih ada yang
mengganjal untuk meluakan kesenangan ini, orang tuaku belum mengetahui berita
ini, aku putuskan untuk menunggunya hingga pulang kerja malam ini.
Penantian
itu akhirnya terwujud, ku dengar suara mobil ayahku yang sedang diparkirkannya
di garasi, aku pun langsung menghampirinya dan tak ketinggalan aku beritakan
kabar itu kepadanya.
“Bu,
aku dapat nilai UN tertinggi di sekolah” ucapku dengan perasaan senang.
“Oh
bagus nak, belajar yang rajin ya, maaf ibu sangat lelah” dengan sedikit senyum
ibuku meninggalkanku begitu saja.
Kecewa
rasanya penantian yang aku tunggu ternyata sia-sia, hanya berkata sepenggal
kalimat dengan sedikit senyum lalu meninggalkan aku begitu saja. Malam itu aku
sangat sedih, dengan air mata yang membanjiriku malam itu, aku pun tidak bisa
terlelap tidak seperti biasanya, malam itu aku tidur larut malam hingga air
mata ini tidak mau keluar lagi.
***
“Non,
bangun non udah pagi..” ucap Mbok Suzan sambil mengoyangkan tanganku, Mbok
Suzan sangat terkejut ketika menyentuh tanganku yang begitu panas.
“Astaga,
ada apa non? Non sakit?” dengan perasaan panik Mbok Suzan membangukan ku, dan
kemudian pergi untuk memanggil Pak Soleh untuk membantunya membawa ku ke rumah
sakit. Sesampainya di rumah sakit Pak Soleh langsung mengurus ku di sana,
sedangkan Mbok Suzan sibuk menghubungi orangtuaku. Tak berapa lama orangtuaku
datang dan menemuiku di ruang UGD rumah sakit tersebut.
“Nak
bangun nak bangun. Kamu kenapa? Maafkan ibu yang terlalu sibuk dengan urusan
ibu” Aku mendegar suara ibu memanggilku yang lama kelamaan suara tersebut
semakin tak terdengar, ibuku sangat panik dengan keadaan seperti itu tapi apa
daya Tuhan telah memanggilku untuk menemuinya. Aku menghembuskan nafas
terakhirku dipelukan ibu yang saat itu masih terasa hangat aku rasakan dengan
kata-kata penyesalan yang ibu ucapkan mengiringi kepergianku.
-Selesai-